Semua petualangan-petualanganku di mulai dari KKL 1 yakni di Dataran Tinggi Dieng Wonosobo. Jujur saja aku hanyalah seseorang yang tidak menyukai petualangan atau sesuatu yang berbau alam, maklum aku tergolong anak Rumahan. Disaat aku harus meneruskan ke Perguruan Tinggi dengan jurusan yang berhubungan dengan alam. Awalnya aku kaget setengah mati kok seperti ini sistem perkuliahannya mewajibkan setiap semester agar KKL. Baik itulah pilihanku ..lucu sekali kalo Pendidikan Geografi adalah piihanku. Tepatnya adalah pilihan kakak ku Mz Uli, dia yang menyarankan jurusan ini. Dia yang membujukkku dengan buaian-buaian cerita tentang petualangan dia, akhirnya aku selalu mengikuti kata-kata orang terdekat tanpa berfikir panjang untuk ke depan. Karena yang aku tahu, tidak mungkin kakakku sendiri menjerumuskan adiknya sendiri.
Akhirnya hari itu tiba juga keberangkatan ke Dieng, namun karena suatu hal yang menyedihkan kehilangan seseorang mengharuskan aku tidak dapat ikut dengan teman-teman Mecarica. Aku mengikuti rombongan kelas lain, mungkin agak sedikit kaku dan canggung namun itulah aku harus bisa beradaptasi dengan siapapun dan dimanapun tanpa harus dengan teman sekelas. Tibalah aku di Dieng Plateau sambutan itu datang dari Gapura yang seketika tersenyum menyambut rombongan kita dari UNY. Sempat aku bertemu dengan teman-teman kelas, terbesit kesedihan dihatiku mengapa aku tidak dapat merasakan kebersamaan dengan teman kelas, namun aku hanya bisa tersenyum.
* Pintu Gerbang Wisata Dieng*
Malam datang, hawa sejuk dieng merasuk sampai ke Tulang. Inilah malam penting dalam hidupku, malam yang merubah statment orang tentang diriku yang sesungguhnya. Dieng berada di lereng pegunungan Serayu..hawa dingin di gunung mungkin sudah biasa bagi sebagian orang begitu pula diriku. Namun entah mengapa tiba-tiba tulang ini terasa kaku dan sulit digerakan..aku mencoba untuk berkata dengan tulangku..Ada apa dengan kamu tulang?mengapa kamu tidak dapat aku gerakkan?. Seketika itu aku sempat pingsan, sebenarnya aku sadar banyak orang yang memanggilku namun keinginan untuk bangkit terasa berat seperti ada batu besar dihadapanku. Pertama kali bagiku aku tidur dengan dibawah tubuhku terdapat bara arang yang menyembul..akhirnya aku sadar dengan bantuan Dosen Praktek Lapangan yang berpengalaman yakni Bapak Udia Hadori. Beliau yang membatu kakiku untuk bergerak, memijat, menggerakkan pelan-pelan serta mengatakan bahwa aku menderita “ALERGI DINGIN”. Sepersekian detik aku tersentak kok bisa??aku bukan seperti itu ..tulangku sehat dan kuat (Pernyataan anak kecil hehehe). Malam itu suhu di Dieng 13 derajat Celcius. Ternyata tempurung kakiku yang kanan ketika terkena hawa dingin langsung merengek kesakitan dan itu terjadi sampai sekarang..hati ini seketika merasa sebal dengan diri sendiri..(selalu merepotkan orang lain).
Danau di Dieng
Setelah berkeliling daerah Dieng serta mendengarkan penjelasan dosen dari mulai terbentuknya jalur Pegunungan Serayu serta adanya gunung dieng purba serta masih adanya aktivitas vulkanik dll. Membuka pengetahuanku akan teori-teori yang aku dapat di bangku kuliah dan inilah prakteknya untuk menerjemahkan istilah-istilah dalam buku panduan KKL 1 Dieng. Mencoba bangkit serta membiarkan tubuh ini beradaptasi dengan suhu udara di Dieng aku merangkak menuju Balkon Hotel untuk melihat pemandangan Dieng Plateau. Merasakan aroma udara dingin serta mencoba untuk mendengarkan nyanyian-nyanyian udara yang saling bertautan menambah rasa kegaguman ini terhadap salah satu ciptaan Tuhan. Mengamati aktivitas penduduk sekitar yang mencari sesuap nasi dengan bertani kentang, melihat pakaian mereka yang serba tebal serta wajah merah merona tercermin dari pipi gadis-gadis Dieng begitu lembut, cantik,polos dengan keramahan mereka pada pengunjung objek wisata Dieng Plateau.