Rabu, 29 Februari 2012

Sudut kecil di Bromo


Perjalanan melelahkan,meletihkan aku mulai dari Yogyakarta. Kota yang terkenal dengan beragam budaya, kota pelajar serta keramah tamahan penduduknya. Awalnya perjalanan ini meragukan bagiku yang belum mendapat restu orangtua. Namun dengan keyakinan dan kemantapan akhirnya aku mendapat ijin dari kedua orangtuaku meskipun dengan beberapa syarat yang harus dipenuhi setelah berlibur. Suara deruan kereta api dipagi hari serta suasana yang tergolong sepi distasiun meningkatkan adrenalinku untuk berpetualang. Lucu sekali ketika kata berpetualang aku sematkan pada diriku yang tergolong seseorang yang tidak menyukai perjalanan jauh. Namun dengan teman-teman yang memiliki hobi bertualang mendorong aku yang selalu berada di zona aman ingin seperti mereka yang mempunyai banyak pengalaman akan perjalanan bertualang.
Dalam gerbong kereta yang berderu-deru sambil melihat pemandangan luar yang menakjubkan dari mulai perbukitan, rumah-rumah penduduk, jalan raya yang sesak oleh kendaraan serta berbgai macam fenomena lainya. Hal yang paling aku sukai yakni ketika kereta melewati jembatan, suara gesekan rel kereta dengan struktur jembatan membuat suasana sedikit gaduh serta banyaknya penjual yang berlalu lalang bebas menjajakan barang jualannya yang terkadang diacuhakan oleh para penumpang, itulah keunikan perjalanan di kereta. Meskipun bersama teman- teman hanya menaiki kereta ekonomi, kebersamaan serta canda tawa mereka membuat hati senang. Beban perjalanan 8 jam tidak membuat kita merasakan lamanya menunggu sampai Kabupaten Purbolinggo.
Sesampainya disana kita sudah dihadang oleh beberapa sopir angkutan, kenek serta petugas keamanan stasiun ilegal (preman) kita sebut saja Satpam Ilegal. Beberapa dari teman yang sudah paham tabiat satpam ilegal itu langsung sigap untuk berbincang-bincang terkait misi perjalanan kami ke Bromo, sebagian dari kita melanjutkan laporan kepada Allah SWT di Masjid Agung Purbolinggo yang letaknya beberapa meter dari stasiun untuk salat asar dan magrib. Setelah lama bernegosiasi terkait harga per-orang untuk perjalanan ke Bromo akhirnya di putuskan setiap anak membayar 170 ribu, itu cukup murah dengan 2 malam menginap dan menyewa jeep menuju puncak serta kawah bromo.
Petualangan dimulai dengan menumpang angkutan kota setipe L-300 dengan penumpang 23 orang berdesakan namun cukup menyenangkan hehe. Sebelum menuju ke bromo kita disambut dengan ucapan selamat datang dari rekan Satpam ilegal berupa tradisi yang unik (hehe). Tidak terasa 1,5 jam lebih kita melakukan perjalanan meskipun dengan sopir yang seenaknya sendiri menyetir tanpa melihat seberapa berliku-liku belokan jalanan menuju kawasan bromo dengan jurang dimana-mana. Sekitar pukul 22.30 kita sampai dihotel dan disambut hawa dingin gunung bromo. Seketika itu alergi dingin yang kuderita mulai berteriak ingin keluar dari dalam diriku...teringat pesan teman cara mengatasi alergi dingin dengan membiasakan tidak menggunakan jaket untuk penyesuaian tubuh pada suhu dingin, akhirnya tubuhku berkompromi denganku.Yang paling membuatku kaget yakni hotel yang kita tempati lumayan bagus jauh dari perkiraan perjalanan kita yang berniat “Gembel” namun kenyataannya “Gembel Elit” dengan kamar mandi disetiap lantai serta spring bed sebagai alas tidurnya. Sebelum tidur kita memasak pop mie bersama-sama dan minum kopi untuk mengisi kekosongan perut.
                                  Di Balkon Hotel
Pukul 4 pagi kita dibangunkan untuk bersama-sama melihat sunrise dipuncak bromo dengan menaiki Jeep. Awalnya aku merasa yakin bisa untuk sampai puncak namun sesuatu yang tidak aku inginkan dan harapkan muncul, perut terasa tercabik-cabik dan mata berkunang-kunang seperti kejadian beberapa tahun lalu di SMA setelah lari 3 putaran lapangan menghantuiku. Aku tahu kondisi tubuhku, aku tahu keadaan fisikku yang tidak bersahabat waktu itu, dengan berfikir dan memantapkan hati apabila aku melanjutkan perjalanan ke puncak akan merepotkan perjalanan teman-teman yang lain, Akhirnya aku memutuskan untuk berhenti beristirahat menstabilkan semua organ tubuhku agar kuat sampai bawah...dalam benakku hanya berfikir “Janganlah membuat perjalanan menyenangkan teman-teman menjadi tidak bermakna karena aku”. 
                               Menuju Penanjakan
Setelah lebih dari 1 jam menstabilkan organ tubuh, aku bertemu dengan salah satu pendaki yang baik hati hanya bermodal sama-sama satu daerah yakni Yogyakarta dia menawarkan bantuan, dengan mendampingiku selama perjalanan ke bawah. Kita sedikit berbincang-bincang untuk mengenal satu sma lain, mereka adalah sekelompok pekerja Kontraktor WIKA yang sedang mengadakan liburan di bromo. Dengan gelas kecil minuman hangat berupa teh manis seketika tubuhku berkompromi lagi. Selanjutnya kita melanjutkan perjalanan ke kawah bromo...meskipun medannya lebih berat dari menaiki puncak...aku mantapkan hati dan tubuhku agar berkompromi untuk sanggup mendaki kawah bromo. Aku yakin bisa meski menahan rasa sakit diperut sesekali istirahat untuk meneguk minuman..setapak demi setapak aku menaiki tangga demi tangga dan akhirnya aku sampai kawah bromo...I can do it.Semula tidak percaya aku bisa menaiki dengan menahan tubuh yang tidak bersahabat, aku seketika terdiam mencoba merenung beberapa saat. Sungguh indah pemandangan dari kawah bromo dengan hamparan pasir yang berkelok-kelok sesuai arah angin, serta betapa kecil para pendaki kawah dari bawah...Keren..Keren..Keren hanya itu yang aku katakan dalam hati.
                  *Dibelakang asap Kawah Gunung Bromo*
Sekitar 1 jam kita berada diatas kawah bromo yang beberapa bulan lalu ber-erupsi sehingga mengakibatkan kawah bromo semakin dalam. Setelah berfoto-foto memutuskan untuk turun ke bawah karena jatah menyewa jeep sampai pukul 09.00 WIB. Kita bersama-sama turun dengan sesekali berfoto-foto, akhirnya sampai hotel serta aku mengetahui sebab dari tidak bersahabat tubuhku ini karena siklus bulanan seorang wanita. Baik seketika aku lemas dan mencoba menstabilkan tubuhku agar tidak lemah. Setelah tidur sekitar 2 jam tubuhku bersahabat kembali dan keinginan untuk jalan-jalan menyusuri kawasan bromo kembali terbesit. Bersama beberapa teman kita berjalan diarea hotel sambil sesekali berfoto-foto sambil menunggu sunsite dari salah satu bukit yang memiliki pemandangan bagus. Namun aku memutuskan untuk keluar dari kebersamaan teman-teman..menuju hotel tepatnya dilantai 2, keinginan untuk meyendiri merenungi apa saja hari ini yang sudah aku dapat di kawasan bromo...melihat  kawasan bromo yang dikelilingi perbukitan, hamparan kebun sawi, dan beberapa aktivitas penduduk sekitar. 
                        *Padang Ilalang di Bromo*
                        *Dibelakang itu Gunung Batok*
Sesuatu yang aku kagumi adalah ketika aku melihat pemandangan yang tidak lazim di dapat dari liburan lainnya yakni tepat di salah satu sudut aku melihat keserhanaan keluarga yang membuat penghangat ruangan dari tungku arang ketika di negara-negara maju sudah sejak lama mendesain rumah dengan pemanas ruangan namun di negara kita tetap melestarikan kearifan lokal tungku arang atau negara kita yang tertinggal ??, masing-masing pembaca memiliki jawabannya sendiri. 
                             *Kebersamaan Mecarica*
                       *Tampak Depan Pura 1 di Bromo*
                            Pintu Gerbang Pura
Melihat fenomena yaitu  kesabaran seorang kakak yang mengajari  adiknya membaca, menulis kira-kira berumur 9 tahun seorang gadis yang berstatus kakak mengajari adiknya berumur 6 tahun membaca, dibalik keterbatasan fasilitas yang mereka miliki antusias belajar mereka cukup tinggi. Aku hanya tersenyum dan memberikan acungan jembol pada si kakak dan si adik. Pendidikan itu penting selalu yang digembar-gemborkan Pemerintah, masyarakat dan itu benar adanya. Itulah perjalananku ke bromo yang aku maknai berbeda dari sudut pandang diriku. Disudut kecil Bromo aku menemukan siapa diriku yang sebenarnya dan apa yang harus aku lakukan selanjutnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar